M. Alwi Dahlan
Selain
berada di bawah “garis kemiskinan”, masyarakat desa juga barangkali dapat
digolongkan berada di bawah “garis kemiskinan informasi”. Untuk itu program
Koran Masuk Desa (KMD) perlu dilaksanakan. Tetapi menurut Alwi Dahlan, apabila
sasaran pertama adalah pemuka pendapat atau elit desa, belum tentu informasi
tersebut dapat segera tersebar merata ke seluruh rakyat desa. Ada kemungkinan
informasi itu “tertahan” pada para pemuka pendapat atau elit informasi
tersebut. Disarankan agar melihat jaringan komunikasi sosial dari sasaran itu
sendiri, khususnya jaringan-jaringan lokal yang berbeda bentuknya dari tempat
ke tempat.
Dengan adanya program KMD, maka
bertambah lagi satu saluran informasi bagi rakyat desa, meskipun sebelumnya
sudah ada televisi umum serta radio dan kaset yang telah meraja sebelum adanya
program KMD ini. Disamping itu terdapat kegiatan-kegiatan informatif baru yang
diorganisir untuk mempercepat pengaruh komunikas, umpamanya dalam bentuk
Kelompok Pendengar, Kelompok Baca atau Kontak Tani. Dalam usaha seperti ini termasuk
pula adaptasi atau pemanfaatan pranata-pranata tradisional seperti arisan,
salapanan atau selamatan, serta pernikahan yang menggunakan penerangan juga
termasuk sebagai salah satu penyebaran informasi kepada masyarakat desa.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Penerangan tentang proyek ini (No.203A/Kep/Menpen/79), menunjukkan bahwa pada
intinya tujuan KMD adalah meningkatkan gairah penerbit dan jangkauan pers untuk
mencapai daerah pedesaan dan tujuan implisitnya adalah untuk menaikkan oplah
suratkabar, suatu indikator yang sering dipergunakan sebagai pengukur tingkat
modernisasi dan kemajuan sosial politik. Di sis lain program KMD memiliki
tujuan lagi, yaitu sebagai suatu usaha pemerataan dalam berbagai segi, baik
jurnalistik maupun industri penerbitan. Segi lainnya adalah pemerataan
kesempatan berusaha, sebagai pengembanga industri pers itu sendiri dan
pemerataan yang dimaksud diarahkan pada kesempatan di bidang tersebut. Disebut
juga bertujuan untuk membantu usaha pemerataan memperoleh pendidikan non-formal
serta pemertaan informasi, namun tidak semua tujuan ini dapt dicapai, karena
dalam hal penyebaran informasi, masyarakat desa lebih cenderung percaya kepada
para pemuka pendapat atau orang yang mereka percaya dapat memberikan informasi
kepada mereka, masyarakat desa tidak dengan mudah dapat menyerap informasi,
jangan menyerap, di kalangan masyarakat masih banyak yang buta huruf dan
bersifat menjauhi informasi itu sendiri, ini terbukti dengan adanya televisi
umum yang ada di desa saat penyaiaran berita mereke meninggalkan program
tersebut dan lebih memilih melaksanakan aktivitas yang lain dan menunggu dari
para pemuka pendapat.
KMD sebenarnya tetap mempunyai
prospek untuk berhasil sampai ke tingkat tertentu. Bagaimanapun tidak semua
rakyat pedesaan itu buta huruf, miskin, kurang daya serap, lemah daya tanggap
atau belum mengerti nilai informasi. Tapi, dari beberapa pengalaman beberapa
koran yang telah masuk desa terlebih dahulu membuktikan bahwa KMD menunjukkan
potensi yang cukup banyak untuk pengembangan koran. Dengan KMD ini menambah
lagi satu tujuannya, yaitu sebagai komunikasi pembangunan, yaitu untuk
mendorong pembangunan-bukan terutama yang dalam industri media tetapi justru
yang di luarnya juga. Sebagai media modern, KMD harus mendorng informasi,
keterbukaan dan partisipasi poitik, namun hal ini terhenti lagi oleh kalangan
elit informasi yang dalam hal ini memiliki kemampuan dalam hal ekonomi maupun
penyerapan informasi yang cukup cepat dibandiangkan dengan masyarakat desa yang
miskin dan jauh dari jangkauan informasi.
KMD juga bertolak dari model
komunikasi dua langkah (two step flow)
atau berlangkah ganda, yaitu dari media ke para pemuka pendapat dan dari mereka
itu ke bagia-bagian masyarakat yang kurang aktif. Proses ini termasuk proses
komunikasi dua langkah, yaitu kepada para pemuka pendapat (elit informasi)
merupakan pemindahan informasi, dua langkah kedua kepada para pengikutmerupakn
langkah penyebaran informasi dan pengaruh. Adanya pemuka pendapat atas sebaran
iformasi yang seharusnya juga diperoleh rakyat desa, menjadi tertahan di
kalangan elit infomasi apabila informasi itu merupakan sebuah perubahan dan
akan menyebar ke masarak desa saat informasi itu sudah lama dan akan mengalami
perubahan lagi dan cenderung para pemuka pendapat lebih sering menyebaarka
iformasinya kepada kalangan terdekatnya saja sehingga kurang komunikasi yang
terjadi antara asyarakat desa yang leih percaya kepada para pemuka pedapat.
Dari gambaran diatas tampak bahwa
pemasukan informasi bagi elit informasi tidak dapat dianggap sebagai pemerataan
kepada rakyat banyak. Informasi yang sampai ke golongan ini tapi belum tentu
sampai ke golongan rakyat desa lapisan bawah. Akibat dari semua ini ketimpangan
informasi (communication effect gap)
antara elit dengan golongan-golongan yang lebih miskin informasi menjadi makin
besar, sehingga menyebabkan golongan elit “bajir” informasi sedangkan rakyat
miskin tak emperoleh informasi yang baru dari golongan elit dan pers, padahal
tujuan adanya KMD ini adalah pemerataan informasi untuk pembangunan masyarakat
menuju masyarakat modern. Bukan hanya KMD, tapi televisipun belum mampu untuk
menyebarkan informasi itu ke semua kalangan rakyat desa. Semua langkah diatas
dapat dicapai dengan pemikiran kembali mengenai perangkat-perangkat, jalur-jalur
dan sarana komunikasi pedesaan yang mash ada, sehingga pemerataan informasi
memerlukan rencana yang terpadu, sehingga jurang antara elit informasi dengan
golongan lainnya dapat di perkecil.